Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Ferdinal Asmin, menambahkan musim kemarau yang diprediksi berlangsung hingga September 2025 memperbesar risiko kebakaran. Operasional tim terbatas karena efisiensi anggaran, sehingga status darurat sangat dibutuhkan agar koordinasi dan bantuan lintas sektor lebih optimal.
Menurut Ferdinal, mayoritas kebakaran berasal dari pembukaan lahan dengan cara membakar, yang melanggar hukum.
Sementara itu, Kepala UPTD KPHL Bukit Barisan, Hendrio Fadly, menyatakan Solok telah memenuhi empat indikator penting untuk penetapan status tanggap darurat, yakni: meningkatnya intensitas kebakaran, titik api yang konsisten muncul, hari tanpa hujan yang tinggi, dan prediksi kemarau ekstrem.
“Dengan status darurat, logistik dan sumber daya manusia bisa segera dikerahkan agar bencana tidak makin meluas,” ujarnya. (rdr/ant)

















