Program ini telah membawa dampak signifikan. Menurut data dari PGE, pengeringan kopi menggunakan uap panas bumi mampu menurunkan emisi CO₂e hingga 4 ton per tahun, meningkatkan efisiensi produksi, serta menambah penghasilan petani sebesar Rp180 juta lebih setiap tahunnya.
“Saya percaya konsep seperti ini bisa menjadi contoh nasional. Kalau kita bisa menggabungkan energi bersih dengan pemberdayaan ekonomi, dampaknya akan sangat luar biasa untuk masyarakat,” imbuh Mahyeldi.
Gubernur Mahyeldi juga menegaskan bahwa Sumatera Barat memiliki potensi panas bumi yang besar, seperti di kawasan Solok Selatan, Pasaman, dan Agam.
Dia berharap Kementerian ESDM bersama Pertamina dan mitra strategis dapat memperluas program seperti ini ke daerah-daerah tersebut.
Kegiatan ini sekaligus menegaskan posisi PGE sebagai pionir dalam pemanfaatan energi panas bumi bukan hanya untuk pembangkit listrik, tetapi juga untuk mendukung sektor pertanian dan UMKM berbasis keberlanjutan.
“Kopi Kamojang telah membuktikan bahwa energi terbarukan bisa menjadi bagian dari rantai ekonomi lokal yang berkelanjutan. Dan Sumbar siap menjadi bagian dari masa depan itu,” pungkas Mahyeldi.
Acara ditutup dengan seremoni panen bersama, pelepasan kontainer ekspor kopi ke Eropa dan Asia, serta kunjungan lapangan ke fasilitas rumah pengering geothermal. (rdr/adpsb/bud)

















