Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, Hartono, mengatakan bahwa persoalan di TWA Megamendung sudah berlangsung sejak lama. Kawasan ini mulai dibuka sejak 1999 dan dimanfaatkan sebagai objek wisata oleh warga sekitar.
“Sejak awal kami sudah memberikan peringatan karena destinasi wisata itu berada di kawasan konservasi,” kata Hartono.
Menurutnya, secara regulasi, TWA memang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, situasi berubah pasca banjir bandang pada 11 Mei 2024 yang menyebabkan kerusakan di wilayah sekitar.
“Dengan kejadian itu, kami sepakat untuk mengevaluasi kembali status TWA Megamendung. Ke depan akan dijadikan cagar alam guna mencegah risiko yang lebih besar,” jelasnya.
Hartono juga menambahkan bahwa pengelolaan wisata di kawasan tersebut sebelumnya tidak melalui koordinasi dengan BKSDA maupun Kemenhut. (rdr/ant)

















