Marlina Suswati, Perwakilan KPPI Sumbar mengatakan, Dinas P3APPKB Provinsi Sumbar memiliki program yang cukup banyak. Tapi untuk melaksanakannya, butuh anggaran yang mencukupi. “Mengenai program penanganan kekerasan perempuan dan anak yang makin meningkat, agar anggarannya harus lebih besar diplot ke program ini,” harapnya.
Sementara, Meri dari Women Crisis Centre (WCC) Nurani Perempuan, mengatakan, program pencegahan kekerasan perempuan dan anak perlu jadi perhatian. Apalagi dengan meningkatnya kasus kekerasan saat ini. “Kita luput dengan pencegahan ini. Pencegahan yang perlu dilakukan di tingkat provinsi dilakukan di tingkat SMA. Usia korban kekerasan itu 0 sampai 18 tahun itu berkisar umur 16-17 tahun. Dan jumlahnya sangat tinggi,” ungkapnya.
Meri juga mengungkapkan, kasus kekerasan berbasis gender online banyak terjadi hari ini. Di mana melalui berpacaran di media sosial (medsos) saja, perempuan bisa memberikan foto dan video tubuhnya kepada laki-laki pacarnya. Kemudian perempuan itu diancam untuk disebarkan foto dan videonya oleh pacarnya.
“Kami melihat yang perlu disasar pencegahannya adalah anak-anak. Perlu ada sosialisasi bentuk kekerasan dan upaya pencegahan melalui media dan medsos serta sekolah. Jam ekstrakulikuler ada dua jam yang bisa dimanfaatkan untuk pertemuan membahas isu tentang arti penting tubuh. Bisa juga masuk kurikulum dan modul dengan menghadirkan beberapa ahli dengan psikolog,” harapnya.
Menurutnya, banyak organisasi yang peduli isu perempuan dan anak. Perlu ada dukungan seluruh organisasi sesuai perannya atas satu kasus kekerasan perempuan dan anak. “Tentu bisa didientifikasi lembaga layanan yang ada. Sehingga tidak hanya satu organisasi saja yang bekerja,” harapnya.
Sementara, Perwakilan Pusat Studi Perempuan Gender Keluarga dan Anak Universitas Andalas (Unand), Rozidateno mengatakan, perlu ada anggaran berbasis pengarusutamaan gender (PUG). Rozi juga mengkritisi soal sinkronisasi dan implementasi dari program yang dilaksanakan pemerintah daerah.
Menurutnya, pada level perencanaan program dan kegiatan di setiap OPD sangat sulit dilakukan, karena mereka tidak memahami program berbasis PUG ini.
“Termasuk di tingkat nagari. Misalnya, urusan anak, gender dan keluarga di nagari seakan-akan hanya urusan Ibu PKK. Bagaimana bersama Dinas P3APPKB Provinsi Sumbar bisa memaksa Bappeda dan TAPD dan Banggar memiliki memahami dalam perencanaan anggaran. Perlu sinergi bersama agar urusan ini jadi prioritas,” harapnya.
Firdaus dari Lembaga PKBI Cemara, mengatakan di bidang keluarga berencana (KB) ada organisasi vertikal yang mengurusnya yakni BKKBN. Namun, menurutnya, keluarga sebagai institusi terkecil jadi basis pendekatan apa saja.
Perwakilan Pusat Studi Perempuan Gender Keluarga dan Anak Universitas Andalas (Unand), Jendrius mengungkapkan, saat ini pihaknya menyiapkan Satgas Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Perempuan di Perguruan Tinggi untuk pencegahan dan penanganan kekerasan perempuan di lingkungan kampus.
Namun, Jendrius juga mengkritisi indeks pemberdayaan gender di Provinsi Sumbar yang tidak pernah naik-naik. “Sangat rendah sekali indeksnya. Tapi kenyataannya pemerintah daerah menganggap indeks ini tidak penting. Kalau bisa kita dorong bersama naik. Harus ada usaha sistematis,” harapnya. (ant)
















