Barlius menjelaskan, untuk jenjang SMA jalur afirmasi diberikan kuota paling sedikit 30 persen dari daya tampung satuan pendidikan.
Jalur ini diutamakan bagi siswa dari keluarga ekonomi tidak mampu, penyandang disabilitas, serta anak dari panti asuhan dan panti sosial.
Sementara jalur domisili diberikan minimal 35 persen, disusul jalur prestasi akademik dan nonakademik masing-masing 15 persen.
Sementara untuk jenjang SMK, selain memperhatikan prestasi dan hasil tes minat bakat, seleksi juga memprioritaskan siswa dari keluarga kurang mampu, siswa disabilitas, serta mereka yang berdomisili dekat dengan satuan pendidikan.
Pemerintah juga mendorong pemerataan konsentrasi keahlian di SMK untuk mendukung kesiapan tenaga kerja muda di masa depan.
“Target kami jelas, tidak hanya membuka akses, tapi juga memastikan anak-anak dari berbagai latar belakang bisa menempuh pendidikan menengah tanpa hambatan biaya dan geografis. Pemerintah hadir dan berpihak,” tegas Barlius.
Langkah ini merupakan bagian integral dari visi Gubernur Mahyeldi Ansharullah dan Wakil Gubernur Vasko Ruseimy untuk menjadikan pendidikan sebagai pondasi Sumbar yang unggul, adil, dan berdaya saing.
Dengan model SPMB yang inklusif, Pemprov Sumbar berharap mampu menekan angka putus sekolah sekaligus mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara signifikan dalam lima tahun ke depan. (rdr/adpsb/bud)





















