“Banyak hal dalam pertemuan itu yang kita bahas. Baik tentang Harimau Sumatera sebagai satwa ekologi, maupun kaitannya dengan budaya hingga bicara soal mitos yang melekat,”kata Vonny.
Dia menyebut, kolaborasi dengan Yayasan Jejak Harimau Sumatera dalam merumuskan konsep garapan penciptaan Balang Manarangi ini, cikal bakal untuk mendalami tentang Harimau Sumatera, filosofi di baliknya, serta pentingnya satwa ini bagi ekosistem dan budaya lokal.
Dengan tujuan, tidak hanya menghasilkan karya seni songket yang memukau, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan dan pentingnya Harimau Sumatera sebagai satwa endemik kebanggaan pulau Sumatera yang kini terancam punah.
“Sentuhan artistik pada disain Balang Manarangi dipadukan dengan pengetahuan ilmiah yang kita dapati dari Yayasan Jejak Harimau Sumatera inilah yang kemudian, menghasilkan karya tenun yang memiliki nilai estetika tinggi sekaligus menyampaikan pesan konservasi yang kuat,”ujar Vonny.
Dijelaskan Vonny, nama “Balang Manarangi” sendiri memiliki arti yang mendalam dalam bahasa Minangkabau. “Balang” merujuk pada corak atau belang pada tubuh Harimau Sumatera, sementara “Manarangi” bisa diartikan sebagai “memancarkan cahaya” atau “bersinar”.
“Secara keseluruhan, nama ini menyiratkan representasi visual dari keindahan corak harimau yang memukau dan memancarkan aura kekuatan serta keagungan,”ujar Vonny.
Kata Vonny, konsep Balang Manarangi tidak hanya sekadar meniru pola belang harimau, tetapi juga berusaha menangkap esensi dari satwa karismatik ini.
Harimau Sumatera, sebagai satwa pemuncak dan simbol kekuatan alam, menginspirasi nilai-nilai keberanian, ketangguhan, dan kewibawaan. Melalui tenunan songket Balang Manarangi, pengrajin dan konsumen nantinya, diharapkan dapat terhubung dengan pemaknaan tentang Harimau Sumatera, sekaligus meningkatkan kesadaran akan pentingnya eksistensi dan habitatnya.
Motif dalam tenunan Balang Manarangi menurut Vonny, secara khas menampilkan interpretasi artistik dari pola belang Harimau Sumatera.
“Dengan keahlian tinggi dan keuletan dari pengrajin, kita mencoba menerjemahkan pola belang tersebut ke dalam desain geometris yang elegan dan tetap mempertahankan esensi visualnya,” jelasnya.
“Saya terdorong untuk membuat koleksi ini lantaran kagum dengan sosok Harimau Sumatera terutama yang betina.”
“Harimau Betina menurut saya menjadi sosok induk yang berperan penting dalam kembang biak satwa ini yang terus berjuang demi kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya, tetap bertahan meski ancaman habitat terus menyusut.”
“Berangkat dari itu, teknik tenun yang digunakan dalam menciptakan songket Balang Manarangi umumnya teknik tenun songket tradisional Minangkabau yang menggunakan pewarna alami yang rumit dan membutuhkan ketelitian dan pengetahuan tinggi.”
“Kompleksitas yang berujung menjadi titik terang bagi para pemerhatinya,” papar Vonny.
Vonny menambahkan, konsep Balang Manarangi memiliki peran ganda, yaitu melestarikan tradisi tenun songket Minangkabau dan meningkatkan kesadaran akan konservasi Harimau Sumatera.
Melalui penciptaan dan penggunaan motif ini, saya dan para pengrajin turut mempromosikan kekayaan budaya lokal sekaligus menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga habitat dan populasi Harimau Sumatera yang kian hari kian terancam punah.
“Melalui motif yang terinspirasi dari keagungan satwa endemik pulau Sumatera ini, kita berharap para konsumen tidak hanya mengenakan sehelai kain yang indah tapi juga membawa semangat dan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya dan konservasi Inyiak Balang,” tutup Vonny. (rdr)

















