Datuak Nan Laweh juga menyayangkan kabar mengenai pemancangan batas oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pihak kelurahan di atas lahan tersebut. “Informasi dari masyarakat menyebutkan bahwa pihak BPN dan kelurahan telah melakukan pemancangan batas tanah yang akan dijual ini,” ungkapnya.
Masyarakat adat berharap langkah mereka dalam memasang plang di enam titik lokasi ini menjadi simbol perlawanan terhadap dugaan penyerobotan tanah secara ilegal. Tokoh adat tersebut juga menyesalkan jika proses pemetaan lahan dilakukan tanpa koordinasi dengan pemegang hak ulayat yang sah.
Terkait hal ini, Lurah Pakan Kurai, Rusdi Yanto, memberikan klarifikasi bahwa pihaknya tidak pernah menerima surat resmi dari BPN dan tidak memberikan izin terkait kegiatan pengukuran lahan tersebut.
“Saya tidak mengerti duduk perkara sebenarnya. Sampai saat ini, saya tidak menandatangani izin apapun terkait pengukuran tanah itu. Belum ada alas hak untuk lokasi tanah yang dimaksud,” ujar Rusdi Yanto.
Meski demikian, ia mengakui bahwa salah satu staf kelurahan sempat hadir dalam kegiatan pengukuran tanah tersebut atas perintahnya, karena saat itu ia sedang tidak berada di tempat. “Saat itu saya sedang tidak ada di kantor, jadi saya perintahkan staf yang ada di kantor. Namun, apakah itu resmi atau tidak, saya tidak tahu,” pungkasnya. (rdr/ant)

















