Ia menambahkan bahwa prinsip dalam fiqih muamalah bukan pada siapa mitra dagangnya, tetapi pada aturan yang berlaku. Indonesia terbuka terhadap perdagangan global selama dijalankan secara adil, saling menghormati, dan bebas tekanan politik.
Meski demikian, Niam membuka ruang kompromi pada aspek teknis seperti penyederhanaan administrasi, transparansi, dan efisiensi biaya serta waktu proses sertifikasi. Namun, substansi kehalalan tidak boleh dikompromikan demi kepentingan ekonomi semata.
“Jangan sampai demi insentif pajak atau tekanan dagang, kita mengorbankan prinsip dasar dan hak masyarakat,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa sistem sertifikasi halal bukanlah hal asing bagi AS, karena dirinya pernah melakukan kunjungan langsung ke berbagai negara bagian di Amerika untuk memastikan kesesuaian produk ekspor mereka terhadap standar halal Indonesia. (rdr/ant)

















