Pemerintah kata Nusron, ingin belajar dari kesalahan masa lampau. Di mana seperti yang terjadi di Riau, karena hak adat tanahnya tidak pernah dipetakan dan tidak didaftarkan, tanah adat di sana dengan mudah dirambah atau diambil HGU-nya oleh korporasi atau PT untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
“Kami tak ingin kejadian seperti di Riau terjadi di Sumbar. Saat dilantik menjadi Menteri ATR, saya dipesan khusus oleh Presiden Prabowo untuk menertibkan dan mengatasi penggunaan HGU dan HGB serta penggunaan pengakuan tanah ulayat di seluruh Indonesia,” tegas Nusron.
Ia menyebut, dari 120 juta hectare (Ha) hutan di Indonesia sudah terdata sebanyak 54,5 juta ha bidang, sisanya ada 15,5 juta ha. Dari sisa itu salah satunya adalah hak-hak ulayat. Proses pendataan tanah ulayat ini dilakukan dengan tiga prinsip, yakni keadilan, pemerataan, dan kesinambungan.
Wakil Gubernur Sumbar Vasko Ruseimy menegaskan sosialisasi pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat ini tidak hanya untuk menunjukkan atensi dan perhatian yang serius untuk memberikan kepastian hukum atas tanah ulayat namun juga wujud nyata dan komitmen bersama untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah ulayat di Sumbar.
“Kami menyambut baik kegiatan sosialisasi ini. Semoga dapat menjadi wadah untuk memberikan penjelasan yang komprehensif dan utuh kepada seluruh pemangku adat dan pemangku kepentingan serta seluruh lapisan masyarakat akan urgensi dan pentingnya pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat,” ungkap politisi Gerindra ini.
Vasko menegaskan, eksistensi tanah ulayat masyarakat hukum adat di Sumbar tak dapat dipungkiri masih banyak tersebar di berbagai daerah. Tanah ulayat ini memiliki peran sentral berbagai kehidupan dan penghidupan masyarakat bahkan menjadi salah satu penopang ketahanan nasional ketika terjadi krisis karena mayarakat masih memiliki tanah milik bersama sebagai sumber penghasilan dan penghidupan mereka.
“Di sisi lain tanah ulayat juga identitas bagi masyarakat adat yang berdimensi sosial, politik budaya dan agama yang harus dipertahankan. Sebagai bagian perlindungan dan kepastian hukum pada tanah hak masyarakat adat, kami selaku kepala daerah tentunya sangat mendukung penuh kebijakan pengadiminstrasian dan pendaftaran tanah ulayat yang telah secara resmi dicanangkan oleh Kementerian ATR/BPN yang mana kita merupaan salah satu provinsi yang menjadi project atas kebijakan ini,” ulas Vasko.
Sementara itu Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Saleh menegaskan, Reformasi Agraria banyak kesamaan ruhnya dengan filosofi ‘adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah’. “Bagaimana kita memanfaatkan lahan jangan sampai telantar. Di mana lahan telantar, lahan yang tidak digunakan, lahan yang tidak produktif, itu sama dengan kemubaziran. Tentu secara syariat dan secara adat kemubaziran tidak bagus,” sebut Rahmat.
Maka itu kata Rahmat, Presiden Prabowo Subianto berupaya mewujudkan kemandirian pangan dengan memanfaatkan tanah-tanah termasuk tanah ulayat yang selama ini tidak produktif.
“Dalam konteks tanah ulayat, pemerintah melakukan pemetaan dalam bentuk pengadministrasian. Hal ini tentu akan memberikan kepastian hukum secara administasi. Kanwil BPN perlu mengkomunikasikan dan meyakinkan bahwa program ini adalah untuk menjamin kepemilikan tanah ulayat,” tutur Rahmat. (rdr)

















