Modus perambahan dilakukan dengan cara menebang tanaman asli dan tajuk tinggi di kawasan hutan untuk memberikan ruang tumbuh bagi tanaman kopi yang membutuhkan sinar matahari langsung.
“Saat ini hanya tersisa sedikit area berhutan lebat, khususnya di lembah-lembah yang sulit dijangkau atau tidak bisa ditebang. Area datar sudah dibuka jadi kebun kopi,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa para perambah berasal dari berbagai daerah. “Ada yang ber-KTP Lampung Barat, ada pula dari luar daerah. Harapannya, pemerintah desa dapat membantu melakukan pendataan lebih rinci,” jelasnya.
Menurut data TNBBS, tercatat sedikitnya 1.923 orang perambah di wilayah rawan konflik harimau Sumatra, khususnya di Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh. Mereka tersebar di tiga desa, yakni Sukamarga, Ringin Sari, dan Tugu Ratu. (rdr/ant)




















