Salah satunya adalah kehadiran Bhayangkara Presisi Lampung FC, yang kini disebut-sebut sebagai proyek baru untuk mengisi slot klub Sumatera, seiring sulitnya Bhayangkara FC menemukan homebase tetap sebelumnya.
“Sudah ada klub Jateng, ada Yogyakarta lewat PSIM yang sedang naik, PSS Sleman konon akan turun. Lalu kami? Ditekan habis-habisan. Kenapa terlalu gampang Semen Padang FC diperlakukan seperti ini?” kata Andre geram.
Dugaan makin menguat saat dua gol Semen Padang dianulir secara kontroversial oleh VAR. Gol Bruno Gomes di menit 54+3 dianggap offside meski visual garis virtual VAR diduga dimanipulasi.
Sementara gol Steward di menit ke-79 dibatalkan karena pelanggaran, walaupun wasit sempat menyatakan play on. “Kalau lihat rekamannya, itu fifty-fifty.”
“Tapi wasit utama sudah melihat langsung dan membiarkan permainan lanjut. Beberapa menit kemudian baru VAR masuk dan mengubah keputusan,” ujarnya.
Andre menambahkan, persaingan di papan bawah saat ini sangat ketat, dengan lima tim di posisi 13 hingga 17 yang hanya terpaut sedikit poin. Dalam kondisi krusial seperti ini, ketidakadilan sekecil apapun bisa berujung fatal.
“Karena itu kami kirimkan surat resmi ke PT LIB. Kami minta evaluasi menyeluruh terhadap kinerja wasit dan pengawasan VAR.”
“Kami juga meminta kebijakan tegas agar kompetisi berjalan adil dan tidak mengorbankan klub-klub yang tak punya kekuatan lobi,” tutupnya.
Di tengah riuh spekulasi ini, satu pertanyaan besar menggantung di udara, apakah Semen Padang FC sedang disingkirkan demi memberi tempat bagi proyek klub baru di Sumatera? (rdr)

















