Menurut Wafid, erupsi Gunung Marapi terjadi karena buka tutup ventilasi konduit di dasar Kawah Verbeek. Ketika lava mengeras akibat pendinginan, yang dapat dipercepat oleh masuknya air meteorik, ventilasi konduit akan menutup, dan gas magmatik tidak dapat lepas ke atmosfer. Akibatnya, terjadi akumulasi tekanan di bagian dangkal dekat permukaan.
“Ketika batas kejenuhan tekanan terlewati, terjadilah erupsi yang melepaskan energi dan membuka kembali ventilasi konduit,” tambahnya. Proses ini akan berulang selama pasokan fluida/magma dari kedalaman masih berlangsung, yang memungkinkan letusan terjadi kembali.
Selain itu, data menunjukkan adanya penurunan variasi kecepatan seismik dan koherensi, yang mengindikasikan bahwa tekanan (stress) pada tubuh gunung api meningkat dan kondisi di dekat permukaan gunung tidak stabil.
Berdasarkan kondisi ini, potensi terjadinya letusan masih tetap ada dan bisa terjadi sewaktu-waktu sebagai bentuk pelepasan energi. Potensi bahaya dari lontaran material letusan diperkirakan dapat mencakup wilayah dengan radius tiga kilometer dari pusat aktivitas atau Kawah Verbeek. (rdr/ant)

















