Penyanyi Oslo Ibrahim membenarkan pendapat Amin dengan mengatakan bahwa penerapan pembatasan sosial justru mendorong dirinya untuk lebih produktif dalam menciptakan lagu. “Ketika pandemi terus berlanjut, gue pikir, salah kalau tidak melakukan apa-apa. Jadi, gue mulai membuat lagu, dan sekarang gue punya satu album dan dua EP (extended play atau mini album). Next untuk 2022 akan ada EP lagi dan beberapa single terbaru,” jelas dia.
Semua partisipan juga mengakui bahwa ke depannya, COVID-19 akan menjadi endemi di mana masyarakat harus hidup berdampingan dengannya, lengkap dengan penerapan protokol kesehatan. Namun demikian, para partisipan juga berharap akan lebih banyak event musik luring yang diselenggarakan tahun depan.
Dahlia Wijaya menjelaskan, konser musik tentunya memberikan pengalaman berbeda, pasti ada euforia pra dan paska-konser yang membuat orang ingin mendengarkan lagi lagu-lagunya, sehingga akan meningkatkan streaming. Menyimpan kenangan dari kehadiran di konser dan membaginya melalui media sosial juga memberikan dampak yang akhirnya, akan memberikan pendapatan lebih bagi para artis.
Seiring dengan penurunan level Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat, Dino Hamid belum lama ini menyelenggarakan Drive-in Concert yang memungkinkan penonton menyaksikan konser dari dalam mobil mereka sebagai penerapan protokol kesehatan. “Adaptasi, inovasi, dan kolaborasi merupakan kunci untuk menerapkan cara baru dalam melakukan usaha. Sayangnya, model bisnisnya masih belum ideal mengingat perlu investasi besar untuk menyertakan anggaran protokol kesehatan. Selain itu, pihak sponsor juga belum bisa memberikan kepastian,” papar dia.
Bagi Adryanto Pratono, yang lebih dikenal dengan Boim, memahami bagaimana pandemi telah mengubah siklus bisnis. “Sekarang, kami fokus pada merilis lagu demi lagu, dan mempromosikannya pada platform digital karena konsumen kan browsing musik di platform streaming. Adanya pertunjukkan offline di masa depan akan memberikan manfaat bukan saja bagi para artis, tapi juga memberikan pendapatan bagi seluruh elemen dalam ekosistem industri musik,” kata dia.
Resso, yang hadir di awal pandemi pada bulan Maret 2020, mendapatkan dukungan dari pengguna di saat banyak orang diharuskan untuk mengadopsi digitalisasi teknologi, termasuk cara mereka menikmati musik. “Sejalan dengan peningkatan jumlah pengguna Resso, kami juga melihat peningkatan di beberapa sektor, di antaranya jumlah lagu yang di-pitch dan variasi genre musik di platform kami. Berbagai inisiatif yang telah kami luncurkan pada tahun ini, termasuk acara Breakfast with Resso, akan menjadi landasan kerja kami untuk tahun depan. Misi kami masih tetap sama yaitu untuk mendukung industri musik tanah air. Jadi, mari tetap optimis dan melangkah maju bersama untuk industri musik Indonesia yang lebih baik,” kata Matthew Tanaya, Artist Promotion Lead, Resso Indonesia. (*/rdr)

















