Sebagai salah satu sentra penghasil jagung terbesar di Sumatera Barat, Pasaman Barat pernah menjadi penyumbang jagung terbesar dengan kontribusi mencapai 60% beberapa tahun lalu. Namun, sejak itu produksi mengalami penurunan, yang tidak hanya disebabkan oleh masalah peremajaan sawit (replanting), tetapi juga oleh berkurangnya kesuburan tanah.
“Semakin sering tanah digunakan untuk bertanam jagung, maka tingkat kesuburannya akan menurun. Hal ini sangat mempengaruhi hasil produksi jagung,” jelas Doddy.
Di sisi lain, Doddy menjelaskan bahwa jagung bisa menjadi alternatif tanaman bagi petani di Pasaman Barat karena masa panennya relatif singkat, hanya membutuhkan waktu sekitar empat hingga enam bulan. Selain itu, harga jual jagung yang relatif stabil juga menjadikannya pilihan yang menjanjikan.
“Dengan pendekatan yang tepat, kami berharap produksi jagung di Pasaman Barat bisa meningkat dan memenuhi target yang telah ditetapkan untuk 2025,” tutup Doddy. (rdr/ant)

















