Kemudian, Donald Trump (77,2 juta suara pada 2024), Vladimir Putin dari Rusia (76,3 juta suara pada 2024), dan Lula da Silva dari Brasil (60,3 juta suara pada 2022).
Selain berhasil menggelar Pilpres, Indonesia juga melaksanakan Pilkada Serentak pada November 2024. “Kita adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.”
“Tapi untuk urusan Pilkada Serentak, Indonesia bisa dikatakan salah satu negara yang berhasil menggelar pemilihan kepala daerah secara bersamaan. Itu artinya demokrasi kita semakin matang,” kata Ujang.
Pilkada 2024 diselenggarakan di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota se-Indonesia yang melibatkan lebih dari 200 juta pemilih.
“Pilkada Serentak yang baru kita lewati, mencatat partisipasi pemilih sebanyak 71%. Angka ini masih lebih baik dibandingkan tingkat partisipasi pemilih di Pemilu Amerika Serikat yang hanya 66,9%. Padahal, Amerika Serikat sudah menyelenggarakan Pemilu sejak tahun 1789,” kata Ujang.
Secara teknis, ujar Ujang, tidak mudah bagi penyelenggara pesta demokrasi secara langsung di berbagai pelosok Tanah Air. Tercatat 435.089 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh Indonesia.
Setiap TPS mempekerjakan tujuh orang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), atau lebih 5 juta petugas tersebar di 435.089
TPS. Ini belum termasuk anggota KPPS yang terdapat di luar negeri, lebih dari 12 ribu orang yang tersebar di 128 negara.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, target anggaran Pilkada Serentak 2024 yang tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), sebesar Rp37,52 triliun.
KPU dan Bawaslu masing-masing menerima total Rp28,22 triliun dan Rp8,39 triliun dari daerah-daerah yang sudah mampu membayar Pilkada.
“Tahun 2024 telah sukses menguji integritas lembaga demokrasi Indonesia. Dengan lebih dari 200 juta pemilih terdaftar, termasuk generasi muda yang paham teknologi, dan semakin banyak perempuan terpilih menjadi pemimpin politik, Pemilu 2024 menjadi indikator matangnya demokrasi Indonesia,” tutup Ujang. (rdr/pco)

















