Data yang terkumpul di RBI akan digunakan untuk memetakan masalah stunting, kekerasan, hingga pendidikan. Dengan data ini, intervensi yang dilakukan di tingkat desa dapat lebih efektif dan terukur.
“Program ini adalah langkah awal menuju keluarga yang kuat, desa yang mandiri, dan Indonesia yang tangguh,” tambah Arifah.
Ketiga program ini mencerminkan komitmen KPPPA RI untuk menjadikan perempuan dan anak sebagai prioritas dalam pembangunan.
Dengan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, mimpi menuju generasi emas yang sejahtera bukanlah hal yang mustahil.
Dengan perempuan yang mengisi hampir separuh populasi Indonesia (49,42%) dan anak sebanyak 31,60%, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menjadi prioritas strategis untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Arifah memaparkan data Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia pada periode 2010-2023 yang terus meningkat dari 89,42 menjadi 91,85.
“Kesetaraan gender telah menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Hal ini penting, karena dengan memberdayakan perempuan, kita tidak hanya meningkatkan kesejahteraan keluarga tetapi juga mempercepat pertumbuhan ekonomi,” paparnya.
Di samping IPG, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan mengalami peningkatan signifikan, dari 50,22% pada 2014 menjadi 54,52% pada 2023.
Hal ini mencerminkan semakin banyak perempuan yang terlibat dalam pembangunan ekonomi. Tak hanya itu saja, angka perkawinan anak juga terus menurun, dari 10,82% pada 2019 menjadi 6,92% pada 2023.
“Pencapaian ini adalah hasil dari kerja keras dan kolaborasi semua pihak dalam menciptakan lingkungan yang lebih mendukung perempuan dan anak,” tegasnya.
Meski telah ada kemajuan, Arifah mengingatkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti stunting, pernikahan dini, dan kekerasan berbasis gender.
“Kami optimis bahwa perempuan Indonesia akan terus menjadi aktor utama pembangunan. Bersama, kita akan menciptakan generasi emas yang tangguh dan siap menghadapi tantangan global,” tutupnya. (rdr)

















