“Kolaborasi ini bertujuan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga mendorong kemandirian pangan lokal dengan memanfaatkan bahan pangan dari petani dan pemasok setempat.”
“Dengan demikian, program ini juga dapat berkontribusi pada peningkatan ekonomi lokal dan kedaulatan pangan,” paparnya.
BGN juga bekerja sama dengan lembaga seperti Bulog dan Kementerian Pertanian, termasuk melibatkan Puskesmas dan sekolah untuk pemantauan berkala terhadap perkembangan kesehatan anak-anak yang menerima program ini.
Dengan anggaran sebesar Rp71 triliun dari APBN 2025, Program MBG, menyasar sekitar 19 juta anak, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya. Ikeu pun optimistis bahwa program ini akan membawa dampak positif bagi kualitas SDM Indonesia.
Di sisi lain, Kabiro Pelayanan Kesehatan Terpadu UGM, Andreasta Meliala, menekankan pentingnya pendekatan berbasis bukti (evidence-based) dalam menjalankan program MBG.
Dari berbagai studi, gizi yang baik terbukti mendukung perkembangan fisik dan kognitif anak-anak, yang akan berdampak positif pada daya saing dan produktivitas mereka di masa depan.
“Kajian ilmiah menunjukkan bahwa intervensi gizi memiliki dampak jangka panjang pada kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Inilah alasan program MBG harus benar-benar didukung oleh seluruh elemen bangsa,” tambahnya.
Untuk mencapai kesuksesan program MBG, Andre menyarankan pemerintah pusat dan daerah terus berkoordinasi agar implementasi program ini berjalan lancar.
Dengan sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi, MBG dapat dioptimalkan sebagai alat untuk menciptakan generasi muda yang sehat dan berdaya saing di masa depan.
Sebagai program jangka panjang, makan bergizi gratis merupakan investasi yang berharga dalam membangun generasi yang siap menghadapi perubahan global.
Pemerintah berharap program ini dapat mengurangi angka stunting dan obesitas pada anak, memperbaiki gizi nasional, dan mempersiapkan Indonesia dengan anak-anak yang kuat, cerdas, dan sehat menuju Indonesia Emas 2045. (rdr)

















