Kasus itu berawal saat adanya proyek pengadaan tanah untuk pembangun tol Padang-Pekanbaru seksi Kapalo Hilalang-Sicincin-Lubuk Alung-Padang di Kabupaten Padang Pariaman pada 2020.
Negara kemudian menyiapkan uang sebagai pembayaran ganti rugi tanah yang terdampak oleh pembangunan tol.
Dalam proses pengadaan tanah itu tersangka tetap memproses pengadaan tanah untuk proyek tol Padang-Pekanbaru sebanyak empat kali yaitu pada Februari dan Maret 2021.
Padahal sudah ada pemberitahuan dari Asisten III Pemerintahan kabupaten setempat yang menyatakan bahwa tanah yang akan diganti rugi adalah aset pemerintah daerah, bukan milik orang per orang.
Akibat perbuatan tersangka S dan Y itu akhirnya menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp27 miliar, sebagaimana hasil audit dari BPKP.
Perbuatan tersangka itu juga telah memperkaya 10 orang yang menerima ganti rugi, padahal mereka bukanlah pihak yang harusnya menerima pembayaran ganti rugi dari negara.
Tim penyidik menjerat para tersangka dengan primer melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 18 Undang-undang 32 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsider pasal 3 Jo 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Pada bagian lain, penetapan tersangka saat ini merupakan penyidikan jilid dua yang dilakukan oleh Kejati Sumbar terhadap proyek yang sama.
Dalam penyidikan sebelumnya ada 13 tersangka yang kini sudah berstatus sebagai terpidana dan sedang menjalani hukuman di penjara. (rdr/ant)

















