Kemudian, Aparatur Sipil Negara pada Dinas Pendidikan Sumbar yaitu Raymon yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan SMK sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Rusli Ardion selaku Pejabat Pelaksana Teknisi Kegiatan (PPTK).
Lalu, Syaiful Abrar (Guru SMK) dan Doni Rahmat Samulo selaku mantan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) pemerintah provinsi Sumbar.
Jaksa Penuntut Umum pada Kejati Sumbar sebelumnya mendakwa mereka dengan dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian subsider melanggar pasal 3 Undang-undang 31 tahun 1999 yang sama, Juncto (Jo) pasal 18, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam dakwaannya Jaksa menjelaskan bahwa perkara korupsi itu berawal ketika Disdik Sumbar melaksanakan pengadaan peralatan praktik utama untuk siswa SMK di provinsi setempat pada 2021.
Anggaran bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan pagu anggaran sebesar Rp18,072 miliar.
Pengadaan terbagi dalam empat paket pengadaan yakni pengadaan untuk sektor industri, kedua sektor ketahanan pangan, ketiga kemaritiman, dan terakhir untuk sektor pariwisata.
Namun dalam pelaksanaannya, ternyata proses tender tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pekerjaan itu sebenarnya sudah ada pelaksanaan tender di awal yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) V hingga ditentukan perusahaan pemenang.
Hanya saja hasil tender itu kemudian dibatalkan untuk diulang kembali, Pokja V malah diganti dengan Pokja VII yang ditunjuk untuk menangani proyek.
Diduga dalam proses tender itu telah terjadi “persekongkolan” atau manipulasi antara para terdakwa sehingga proyek akhirnya dimenangkan oleh perusahaan yang dipinjam oleh terdakwa Syaiful Abrar ke terdakwa lainnya.
Terdakwa Syaiful Abrar yang merupakan guru SMK meminjam perusahaan CV Inovasi Global, CV Bunga Tridara, PT Indotek Sentral Karya, dan CV Sikabaluan Jaya untuk mengikuti tender.
Akibatnya jaksa mendakwa perbuatan para terdakwa itu telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menimbulkan kerugian negara.
Dalam proses penyidikan sebelumnya, salah satu terdakwa yakni Syafruddin telah mengembalikan uang kepada Kejaksaan sebesar Rp60 juta sebagai barang bukti.
Jaksa mendakwa akibat perbuatan para terdakwa itu keuangan negara telah mengalami kerugian sebesar Rp5.522.079.927. (rdr/ant)





















