Sementara itu tokoh masyarakat Ujung Gading Antonius mengatakan asal mula pembentukan peraturan nagari di Ujung Gading berawal dari banyaknya permasalahan yang meresahkan masyarakat, sehingga pemangku adat melakukan musyawarah dan membuat peraturan adat.
Namun, lanjutnya, peraturan adat harus diperkuat menjadi peraturan nagari.
“Sekitar tahun 2012, seluruh pemangku adat bersama camat dan badan musyawarah nagari membuat peraturan tentang larangan maksiat di Ujung Gading,” katanya.
Salah satu isinya adalah larangan adanya minuman keras di Ujung Gading, hiburan malam yang mengakibatkan mabuk-mabukan, hamil di luar nikah, serta lainnya.
Pelanggar akan dijatuhkan sanksi pidana adat, seperti dikeluarkan dari adat, tidak diperbolehkan mengadakan pesta, bahkan jika meninggal dunia tidak akan diurus adat.
Agar peraturan adat itu lebih kuat, Peraturan Nagari Nomor 3 Tahun 2008 berubah menjadi Perda Nomor 3 Tahun 2012, dan akhirnya disempurnakan menjadi Perda Nomor 4 Tahun 2024
Adapun peraturan yang terdapat dalam Peraturan Nagari Nomor 4 Tahun 2024 di antaranya adalah pencegahan dan pemberantasan tindakan melanggar asusila (pornografi, perzinaan, perbuatan cabul, persetubuhan, minuman yang memabukkan, perjudian), pencegahan dan pemberantasan narkotika dan zat adiktif.
Lalu pencegahan dan pemberantasan pencurian, penyelenggaraan keamanan dan ketertiban umum (tertib kebersihan, tertib keindahan lingkungan, tertib pemeliharaan hewan ternak) dan lainnya. (rdr/ant)

















