PADANG, RADARSUMBAR.COM – Desakan agar pemerintah menindak tegas praktik pembalakan liar yang dituding menjadi pemicu rangkaian banjir bandang dan longsor di Sumatera Barat (Sumbar) kembali menguat.
Gelombang kritik datang dari berbagai kelompok, mulai dari perantau Minang, anggota DPR, pejabat pemerintah, hingga organisasi lingkungan.
Mereka menilai kerusakan ekologis yang terjadi merupakan akumulasi dari kelalaian panjang dalam mengawasi kawasan hulu dan lemahnya penegakan hukum terhadap jaringan illegal logging yang diduga bekerja secara sistematis.
Kritik paling awal disuarakan oleh Perantau Minang, Braditi Moulevey, yang menegaskan bahwa rangkaian bencana hidrometeorologi yang menghantam sejumlah kabupaten dan kota di Sumbar bukan dapat disebut musibah alam semata.
Menurutnya, kerusakan lingkungan yang terjadi secara meluas memperlihatkan adanya campur tangan manusia yang menyulut kerentanan ekologis di wilayah yang memang dikenal rawan bencana tersebut.
Braditi menilai banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi berulang seharusnya menjadi titik balik evaluasi menyeluruh.
Ia menyoroti penyempitan aliran sungai, pembangunan yang menabrak kawasan rawan, serta minimnya pengawasan terhadap aktivitas di daerah hulu.
“Semua itu memperlihatkan bahwa pemerintah daerah belum mengendalikan risiko bencana dengan baik, meski sejumlah wilayah sudah berulang kali mengalami kejadian serupa dalam satu dekade terakhir,” katanya, Selasa (2/12/2025).
Meski mengapresiasi pemerintah yang bergerak cepat menetapkan status tanggap darurat serta menyalurkan bantuan awal, Braditi menekankan bahwa langkah-langkah itu tidak cukup bila tidak dibarengi penertiban serius terhadap akar persoalan.
“Mitigasi harus dibangun secara sistematis, bukan hanya sebagai respons sementara setelah bencana terjadi,” katanya.
Menurutnya, pengawasan tata ruang, penertiban pembukaan lahan, pembatasan aktivitas pembalakan liar, dan edukasi kebencanaan harus dibenahi sebagai langkah permanen.
“Cuaca ekstrem yang makin sering terjadi akibat perubahan iklim membuat kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah menjadi keharusan, bukan pilihan,” katanya.
Pria yang akrab disapa Levi itu juga menyoroti pentingnya sistem peringatan dini. Ia menilai informasi dari BMKG harus disebarkan lebih cepat dan menjangkau masyarakat hingga ke lapisan terbawah agar risiko korban jiwa dapat ditekan.
“Pemerintah harus lebih aware dan memasifkan informasi peringatan dini dari BMKG. Ini penting untuk menekan dampak bencana. Seharusnya hal ini menjadi pelajaran ke depannya,” ujarnya.
Di tengah duka yang menyelimuti keluarga korban, Braditi mengajak seluruh masyarakat Minang, baik di kampung maupun di rantau untuk memperkuat solidaritas.
“Bencana ini merupakan pengingat agar semua pemangku kepentingan menanggalkan ego sektoral dan menempatkan keselamatan warga sebagai prioritas utama.”
“Sebagai Sekjen DPP IKM, saya menyerukan kepada seluruh anggota organisasi itu untuk bergerak membantu pemulihan secepat mungkin,” katanya.
Di sisi lain, tekanan publik terhadap pemerintah daerah kian kuat setelah Anggota DPR RI asal Sumbar, Andre Rosiade, melemparkan kritik terbuka terhadap Gubernur Sumbar, Mahyeldi.
Dalam video yang beredar luas, Andre mempertanyakan langkah konkret pemerintah provinsi dalam menindak aktivitas illegal logging yang diduga terjadi di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Barisan.
Seruan Andre bernada keras dan langsung menyasar Gubernur. Ia meminta pemerintah provinsi bersama Forkopimda menggunakan kewenangan penuh untuk menertibkan para pelaku illegal logging beserta pihak-pihak yang diduga membekingi kegiatan tersebut.
Ia bahkan menantang Gubernur untuk memerintahkan operasi penertiban dan penangkapan pelaku.
Menurut Andre, pembiaran bertahun-tahun terhadap aktivitas penebangan di kawasan hulu menjadi penyebab kerusakan ekologis yang memperparah banjir bandang.
“Pemerintah daerah selama ini minim inisiatif dalam menekan perambahan hutan, sehingga jaringan illegal logging dapat tumbuh bebas,” katanya.

















