JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Perantau Minang yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Minang (DPP IKM), Braditi Moulevey Rajo Mudo, memberikan pandangan mendalam atas aksi damai yang digelar ribuan massa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat (DPRD Sumbar) pada Senin (1/9/2025).
Bagi Braditi, peristiwa itu bukan hanya demonstrasi biasa. Ia menyebutnya sebagai cermin adab orang Minang yang menunjukkan bahwa aspirasi bisa disampaikan dengan santun, tertib, dan penuh martabat.
Braditi menekankan bahwa aksi damai yang berlangsung hingga sore hari tanpa ricuh adalah gambaran nyata warisan nilai budaya Minangkabau.
“Orang Minang diajarkan untuk berkata keras bila ada yang salah, tetapi keras itu harus tetap dengan adab. Itu yang membedakan kita,” ujarnya, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, ribuan mahasiswa, masyarakat, dan pengemudi ojek daring yang bersatu dalam satu barisan berhasil menunjukkan wajah demokrasi yang menyejukkan.
“Mereka pulang dengan tertib, meninggalkan pesan, bukan kerusakan,” katanya.
Ia menilai, tuntutan yang disuarakan massa memiliki bobot penting, seperti pembenahan keanggotaan DPR, pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi total Polri, hingga transparansi dalam kasus kematian Affan Kurniawan.
“Itu bukan sekadar teriakan di jalan. Itu suara rakyat yang menginginkan keadilan. Anak-anak muda kita sudah paham, demokrasi bukan hanya soal hak, tapi juga soal tanggung jawab untuk memperbaiki bangsa,” katanya.
Braditi Moulevey mengingatkan bahwa kritik tidak harus menyinggung pribadi, apalagi memicu kekerasan.
“Kita boleh lantang menolak kebijakan yang keliru, tapi jangan sampai lantang itu berubah jadi kebencian pada sesama,” tegasnya.
Ia menilai aksi di Padang adalah bukti nyata bahwa kritik bisa membangun. “Kalau semua daerah bisa mencontoh Sumbar hari ini, maka demokrasi kita akan lebih sehat,” tambahnya.
Pesan untuk Pemerintah
Sekjen IKM itu juga memberi catatan penting bagi DPRD dan pemerintah daerah. Menurutnya, menandatangani tuntutan massa bukanlah akhir, melainkan awal tanggung jawab.
“Janji untuk mengawal aspirasi harus benar-benar dibuktikan. Kalau rakyat dikhianati, kepercayaan yang runtuh akan sulit dipulihkan. Orang Minang itu kritis, sekali dikecewakan, mereka akan ingat lama,” katanya.

















