Beberapa hari ini dunia maya diramaikan oleh berita tentang sekelompok orang yang marah marah dan mencopot stiker “Masakan Padang” di sebuah RM kecil di Cirebon. Mereka yang mengatasnamakan Perkumpulan RM Padang Cirebon ini beralasan bahwa RM Bintang Minang tersebut menjual dengan harga terlalu murah namun mengusung nama Masakan Padang yang berpotensi merusak “marwah” masakan Padang.
Oleh: Dian Anugrah – Minangkabau Cuisine Specialty Chef
Tindakan razia ini sebenarnya menurut hemat saya merupakan bentuk kontraproduktif atas sebuah persaingan bisnis.
Tindakan merazia ataupun menegur siapapun yang berjualan tanpa kapasitas yang cukup hanya akan mendatangkan konflik horizontal yang tidak diperlukan bagi anak keturunan Minangkabau dimanapun berada.
Tindakan yang sembrono ini apapun alasannya dapat mengundang stigma negatif dari banyak pihak kepada perantau Minang dimanapun berada.
Apalagi di jaman digital dengan arus berita yang sangat cepat, mudah sekali mengundang salah paham dan sangat berpotensi dipelintir.
Kondisi ekonomi bangsa sejak pandemi yang tidak begitu baik membuat banyak pihak mencoba berinovasi menjual makanan dengan tema yang populer.
Apalagi jikalau bukan “Masakan Padang” masakan jutaan ummat dengan rasa yang mudah diterima oleh berbagai pihak, suku bangsa, ras dan agama.
Rasanya yang gurih dan penyajiannya yang cepat menjadi jawaban paduan rasa yang baik dan penyajian yang tak lama.
Tak perlu berlama lama hanya sekejap sampailah pesanan di depan mata, harga bervariasi dan rasa juga berbeda beda.
Lahirlah RM Padang Murah, memang benar benar murah dan tidak hanya menyebar di seluruh Indonesia.
Di Ranah Minang sendiri banyak juga orang Minang berjualan murah meriah, Rp10.000 sampai Rp16.000 masih termasuk murah. Sementara rumah makan sedang dan besar menjual di harga Rp18.000 sampai Rp25.000, ada harga ada rupa pastinya.
Episode Razia RM Padang ini berhasil dipelintir beberapa pihak sebagai sebuah Razia terhadap Orang non Minang dilarang berjualan Nasi Padang.
Namun, menurut berita yang ada, razia yang mereka lakukan lebih karena faktor harga terlalu murah yang menyebabkan hancurnya RM Padang lainnya yang menjual diatas harga itu.
Semisal harga Rp8 ribu disaat yang lain tak mampu menjual di harga semurah itu, akhirnya terjadi konflik karena kondisi pasar juga tak baik baik saja akhir akhir ini.
Kita harus adil sejak dalam pikiran pastinya, Razia itu tidak dibolehkan, apapun alasannya karena hanya akan mengundang hal-hal negatif yang tidak pada tempatnya.
Masakan Padang sudah menjadi masakan Indonesia yang begitu mudah ditemui hampir di seluruh tempat di Indonesia dan bahkan luar Indonesia.
Dalam hukum ekonomi l, murah tentu akan mengurangi banyak fitur dalam sebuah layanan bisnis, harga yang semakin tinggi tentu harapan konsumen juga akan semakin besar akan sebuah layanan, kualitas dan rasa dari sebuah produk.
Nasi Padang menjelma dalam banyak lapisan pangsa pasar bahkan di ranah minang sendiri. Di ranah minang ada banyak suku bangsa menjual masakan Padang walau tidak melabeli diri sebagai RM Padang sebagaimana yang jamak terjadi di luar ranah minang.
RM Bahagia di Padang yang masakannya juga lezat dimiliki oleh saudara Tionghoa Padang, didapurnya tentu ada orang Padang juga yang berkerja saling bahu membahu menyajikan sajian terbaik.
Ada juga RM Pagi Sore Padang di daerah Pondok kota Padang dimiliki oleh Alm Bapak H Benny Pusaka seorang Tionghoa Padang yang mempunyai istri orang Minang yakni Ibu Rostina yang mana usaha ini dilanjutkan oleh istri dan anak anak beliau hingga saat ini.
RM Pagi Sore Padang ini terkenal sekali dengan ayam goreng panas panas nan legendaris. Harga bervariasi mulai dari Rp20 ribu-Rp35 ribu dan tidak bermain di pangsa pasar Padang, murah tentunya.
Di level nasional ada Ko Marco seorang Tionghoa Kota Padang dengan nama Marco Padang, mengusung tema Padang Peranakan dengan pangsa pasar menengah keatas.

















